Abstrak
Ayat “قَالُوا هَٰذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِن قَبْلُ” yang terdapat dalam Surah Al-Baqarah ayat 25 merupakan salah satu ungkapan penghuni surga ketika mereka menikmati rezeki yang Allah berikan di dalamnya. Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan makna ayat tersebut, khususnya mengenai maksud kata “مِنْ قَبْلُ”. Tulisan ini akan menguraikan tiga pendapat utama ulama tafsir mengenai makna ayat tersebut, serta menjelaskan pendapat yang dianggap paling kuat di antara mereka.
Pendahuluan
Allah ﷻ berfirman:
قَالُوا هَٰذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِن قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا
“Mereka berkata, ‘Inilah rezeki yang diberikan kepada kami dahulu.’ Dan mereka diberi (buah-buahan) yang serupa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 25)
Ayat ini menggambarkan kebahagiaan penghuni surga yang senantiasa memperoleh berbagai jenis kenikmatan yang berlimpah dan terus diperbarui oleh Allah. Namun, para ulama berbeda pandangan dalam menafsirkan makna ungkapan “مِنْ قَبْلُ” pada ayat tersebut.
1. Makna “مِنْ قَبْلُ” Menunjuk kepada Kehidupan Dunia
Pendapat pertama menyatakan bahwa maksud ayat “قَالُوا هَٰذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِن قَبْلُ” adalah: “Inilah rezeki yang telah diberikan kepada kami dahulu di dunia.”
Menurut pendapat ini, kata “قَبْلُ” digunakan dalam bentuk مضمومة منقطعة عن الإضافة (terputus dari penyandaran kepada sesuatu), sehingga tidak disebutkan secara eksplisit kata yang diikutinya. Karena itu, penafsirannya diukur dengan konteks yang paling dekat dan logis, yakni kehidupan dunia.
Dengan demikian, maknanya adalah bahwa para penghuni surga melihat buah-buahan di surga, lalu berkata: “Ini seperti buah-buahan yang dahulu kami makan di dunia.” Persamaannya bukan pada rasa, tetapi pada bentuk dan rupa yang mengingatkan mereka pada kenikmatan dunia yang dahulu mereka kenal.
2. Makna “مِنْ قَبْلُ” Menunjuk kepada Buah yang Diperoleh Sebelumnya di Surga
Pendapat kedua mengatakan bahwa maknanya bukan merujuk pada dunia, tetapi pada buah-buahan surga itu sendiri. Maksudnya, ketika penghuni surga memetik satu jenis buah, maka buah itu segera diganti dengan yang baru namun serupa bentuknya. Ketika mereka melihat buah yang kedua, mereka berkata: “هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِن قَبْلُ” — “Inilah yang telah diberikan kepada kami sebelumnya.”
Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa buah-buahan surga serupa dalam rupa, namun berbeda dalam rasa. Hal ini menggambarkan kesempurnaan kenikmatan surga, di mana tidak ada kebosanan, sebab meskipun tampak serupa, setiap kenikmatan selalu menghadirkan cita rasa yang baru.
3. Pendapat yang Menggabungkan Dua Makna
Sebagian ulama menempuh jalan tengah antara dua pendapat di atas. Mereka menyatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah: penghuni surga jika memetik buah pada pagi hari, maka buah itu akan terganti dengan buah lain yang mirip di sore hari. Ketika mereka datang kembali untuk memetiknya, mereka berkata:
“هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِن قَبْلُ” — “Ini seperti yang telah kami dapatkan sebelumnya.”
Artinya, yang dimaksud dengan “من قبل” ialah waktu yang telah berlalu di dalam surga sendiri, bukan dunia. Mereka mengenali kemiripan buah-buahan itu dalam rupa dan warna, namun merasakan perbedaan dalam cita rasanya.
Pendapat ini dianggap kuat oleh sebagian ahli tafsir, dan Imam al-Syaukani رحمه الله dalam Fath al-Qadīr cenderung mendukung pandangan ini. Ia menilai bahwa makna tersebut lebih sesuai dengan konteks ayat yang berbicara tentang kenikmatan penghuni surga, bukan perbandingan dengan kehidupan dunia.
Kesimpulan
Perbedaan penafsiran terhadap ayat “قَالُوا هَٰذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِن قَبْلُ” menunjukkan kekayaan khazanah tafsir Islam dan keluasan makna Al-Qur’an.
Secara ringkas, tiga pandangan utama dapat dirangkum sebagai berikut:
- Pendapat pertama: menunjuk pada kenikmatan dunia.
- Pendapat kedua: menunjuk pada kenikmatan sebelumnya di surga.
- Pendapat ketiga: menggabungkan keduanya dengan penekanan pada pergantian kenikmatan yang serupa namun berbeda rasa.
Dari keseluruhan pandangan tersebut, pendapat terakhir tampak lebih kuat karena sejalan dengan konteks kehidupan surga yang terus diperbarui kenikmatannya tanpa pernah menimbulkan kebosanan. Wallāhu a‘lam.
Sumber: Ta’ammulat Qur’aniyah karya Syaikh Shalih al-Maghamisi hlm. 16
Buah-buahan di Surga dalam Tafsir Al-Quran